Minggu, 25 Desember 2011

Tugas Umum

Nama : Tyas Mustikawati
NPM : 28210308
KELAS : 2EB22
1. lirik lagu

SAMMY SIMORANGKIR KESEDIAHAN
Sepinya hari yang ku lewati
Tanpa ada dirimu menemani
Sunyi ku rasa dalam hidupku
Tak mampu aku tuk melangkah

Masih ku ingat indah senyummu
Yang selalu membuat ku mengenangmu
Terbawa aku dalam sedihku
Tak sadar kini kau tak disini

Engkau masih yang terindah
Indah didalam hatiku
Mengapa kisah kita berakhir dan seperti ini

Masih ku ingat indah senyummu
Yang selalu membuat ku mengenangmu
Terbawa aku dalam sedihku
Tak sadar kini kau tak disini

Engkau masih yang terindah
Indah didalam hatiku
Mengapa kisah kita berakhir yang seperti ini
Huooo...

Yang seperti ini...

Engkau masih yang terindah
Indah didalam hatiku
Mengapa kisah kita berakhir yang seperti ini

Hampa kini yang kurasa
Menangispun ku tak mampu
Hanya sisa kenangan terindah
Dan kesedihanku...

2. cerpen

Peradilan Rakyat
Cerpen Putu Wijaya
Seorang pengacara muda yang cemerlang mengunjungi ayahnya, seorang pengacara senior yang sangat dihormati oleh para penegak hukum.

"Tapi aku datang tidak sebagai putramu," kata pengacara muda itu, "aku datang ke mari sebagai seorang pengacara muda yang ingin menegakkan keadilan di negeri yang sedang kacau ini."

Pengacara tua yang bercambang dan jenggot memutih itu, tidak terkejut. Ia menatap putranya dari kursi rodanya, lalu menjawab dengan suara yang tenang dan agung.

"Apa yang ingin kamu tentang, anak muda?"
Pengacara muda tertegun. "Ayahanda bertanya kepadaku?"
"Ya, kepada kamu, bukan sebagai putraku, tetapi kamu sebagai ujung
tombak pencarian keadilan di negeri yang sedang dicabik-cabik korupsi ini."
Pengacara muda itu tersenyum.
"Baik, kalau begitu, Anda mengerti maksudku."

"Tentu saja. Aku juga pernah muda seperti kamu. Dan aku juga berani, kalau perlu kurang ajar. Aku pisahkan antara urusan keluarga dan kepentingan pribadi dengan perjuangan penegakan keadilan. Tidak seperti para pengacara sekarang yang kebanyakan berdagang. Bahkan tidak seperti para elit dan cendekiawan yang cemerlang ketika masih di luar kekuasaan, namun menjadi lebih buas dan keji ketika memperoleh kesempatan untuk menginjak-injak keadilan dan kebenaran yang dulu diberhalakannya. Kamu pasti tidak terlalu jauh dari keadaanku waktu masih muda. Kamu sudah membaca riwayat hidupku yang belum lama ini ditulis di sebuah kampus di luar negeri bukan? Mereka menyebutku Singa Lapar. Aku memang tidak pernah berhenti memburu pencuri-pencuri keadilan yang bersarang di lembaga-lembaga tinggi dan gedung-gedung bertingkat. Merekalah yang sudah membuat kejahatan menjadi budaya di negeri ini. Kamu bisa banyak belajar dari buku itu."

Pengacara muda itu tersenyum. Ia mengangkat dagunya, mencoba memandang pejuang keadilan yang kini seperti macan ompong itu, meskipun sisa-sisa keperkasaannya masih terasa.

"Aku tidak datang untuk menentang atau memuji Anda. Anda dengan seluruh sejarah Anda memang terlalu besar untuk dibicarakan. Meskipun bukan bebas dari kritik. Aku punya sederetan koreksi terhadap kebijakan-kebijakan yang sudah Anda lakukan. Dan aku terlalu kecil untuk menentang bahkan juga terlalu tak pantas untuk memujimu. Anda sudah tidak memerlukan cercaan atau pujian lagi. Karena kau bukan hanya penegak keadilan yang bersih, kau yang selalu berhasil dan sempurna, tetapi kau juga adalah keadilan itu sendiri."

Pengacara tua itu meringis.
"Aku suka kau menyebut dirimu aku dan memanggilku kau. Berarti kita bisa bicara sungguh-sungguh sebagai profesional, Pemburu Keadilan."
"Itu semua juga tidak lepas dari hasil gemblenganmu yang tidak kenal ampun!"
Pengacara tua itu tertawa.
"Kau sudah mulai lagi dengan puji-pujianmu!" potong pengacara tua.
Pengacara muda terkejut. Ia tersadar pada kekeliruannya lalu minta maaf.

"Tidak apa. Jangan surut. Katakan saja apa yang hendak kamu katakan," sambung pengacara tua menenangkan, sembari mengangkat tangan, menikmati juga pujian itu, "jangan membatasi dirimu sendiri. Jangan membunuh diri dengan diskripsi-diskripsi yang akan menjebak kamu ke dalam doktrin-doktrin beku, mengalir sajalah sewajarnya bagaikan mata air, bagai suara alam, karena kamu sangat diperlukan oleh bangsamu ini."

Pengacara muda diam beberapa lama untuk merumuskan diri. Lalu ia meneruskan ucapannya dengan lebih tenang.

"Aku datang kemari ingin mendengar suaramu. Aku mau berdialog."
"Baik. Mulailah. Berbicaralah sebebas-bebasnya."

"Terima kasih. Begini. Belum lama ini negara menugaskan aku untuk membela seorang penjahat besar, yang sepantasnya mendapat hukuman mati. Pihak keluarga pun datang dengan gembira ke rumahku untuk mengungkapkan kebahagiannya, bahwa pada akhirnya negara cukup adil, karena memberikan seorang pembela kelas satu untuk mereka. Tetapi aku tolak mentah-mentah. Kenapa? Karena aku yakin, negara tidak benar-benar menugaskan aku untuk membelanya. Negara hanya ingin mempertunjukkan sebuah teater spektakuler, bahwa di negeri yang sangat tercela hukumnya ini, sudah ada kebangkitan baru. Penjahat yang paling kejam, sudah diberikan seorang pembela yang perkasa seperti Mike Tyson, itu bukan istilahku, aku pinjam dari apa yang diobral para pengamat keadilan di koran untuk semua sepak-terjangku, sebab aku selalu berhasil memenangkan semua perkara yang aku tangani.

Aku ingin berkata tidak kepada negara, karena pencarian keadilan tak boleh menjadi sebuah teater, tetapi mutlak hanya pencarian keadilan yang kalau perlu dingin danbeku. Tapi negara terus juga mendesak dengan berbagai cara supaya tugas itu aku terima. Di situ aku mulai berpikir. Tak mungkin semua itu tanpa alasan. Lalu aku melakukan investigasi yang mendalam dan kutemukan faktanya. Walhasil, kesimpulanku, negara sudah memainkan sandiwara. Negara ingin menunjukkan kepada rakyat dan dunia, bahwa kejahatan dibela oleh siapa pun, tetap kejahatan. Bila negara tetap dapat menjebloskan bangsat itu sampai ke titik terakhirnya hukuman tembak mati, walaupun sudah dibela oleh tim pembela seperti aku, maka negara akan mendapatkan kemenangan ganda, karena kemenangan itu pastilah kemenangan yang telak dan bersih, karena aku yang menjadi jaminannya. Negara hendak menjadikan aku sebagai pecundang. Dan itulah yang aku tentang.

Negara harusnya percaya bahwa menegakkan keadilan tidak bisa lain harus dengan keadilan yang bersih, sebagaimana yang sudah Anda lakukan selama ini."

Pengacara muda itu berhenti sebentar untuk memberikan waktu pengacara senior itu menyimak. Kemudian ia melanjutkan.

"Tapi aku datang kemari bukan untuk minta pertimbanganmu, apakah keputusanku untuk menolak itu tepat atau tidak. Aku datang kemari karena setelah negara menerima baik penolakanku, bajingan itu sendiri datang ke tempat kediamanku dan meminta dengan hormat supaya aku bersedia untuk membelanya."

"Lalu kamu terima?" potong pengacara tua itu tiba-tiba.
Pengacara muda itu terkejut. Ia menatap pengacara tua itu dengan heran.
"Bagaimana Anda tahu?"

Pengacara tua mengelus jenggotnya dan mengangkat matanya melihat ke tempat yang jauh. Sebentar saja, tapi seakan ia sudah mengarungi jarak ribuan kilometer. Sambil menghela napas kemudian ia berkata: "Sebab aku kenal siapa kamu."

Pengacara muda sekarang menarik napas panjang.
"Ya aku menerimanya, sebab aku seorang profesional. Sebagai seorang pengacara aku tidak bisa menolak siapa pun orangnya yang meminta agar aku melaksanakan kewajibanku sebagai pembela. Sebagai pembela, aku mengabdi kepada mereka yang membutuhkan keahlianku untuk membantu pengadilan menjalankan proses peradilan sehingga tercapai keputusan yang seadil-adilnya."

Pengacara tua mengangguk-anggukkan kepala tanda mengerti.
"Jadi itu yang ingin kamu tanyakan?"
"Antara lain."
"Kalau begitu kau sudah mendapatkan jawabanku."
Pengacara muda tertegun. Ia menatap, mencoba mengetahui apa yang ada di dalam lubuk hati orang tua itu.
"Jadi langkahku sudah benar?"
Orang tua itu kembali mengelus janggutnya.

"Jangan dulu mempersoalkan kebenaran. Tapi kau telah menunjukkan dirimu sebagai profesional. Kau tolak tawaran negara, sebab di balik tawaran itu tidak hanya ada usaha pengejaran pada kebenaran dan penegakan keadilan sebagaimana yang kau kejar dalam profesimu sebagai ahli hukum, tetapi di situ sudah ada tujuan-tujuan politik. Namun, tawaran yang sama dari seorang penjahat, malah kau terima baik, tak peduli orang itu orang yang pantas ditembak mati, karena sebagai profesional kau tak bisa menolak mereka yang minta tolong agar kamu membelanya dari praktik-praktik pengadilan yang kotor untuk menemukan keadilan yang paling tepat. Asal semua itu dilakukannya tanpa ancaman dan tanpa sogokan uang! Kau tidak membelanya karena ketakutan, bukan?"
"Tidak! Sama sekali tidak!"
"Bukan juga karena uang?!"
"Bukan!"
"Lalu karena apa?"
Pengacara muda itu tersenyum.
"Karena aku akan membelanya."
"Supaya dia menang?"

"Tidak ada kemenangan di dalam pemburuan keadilan. Yang ada hanya usaha untuk mendekati apa yang lebih benar. Sebab kebenaran sejati, kebenaran yang paling benar mungkin hanya mimpi kita yang tak akan pernah tercapai. Kalah-menang bukan masalah lagi. Upaya untuk mengejar itu yang paling penting. Demi memuliakan proses itulah, aku menerimanya sebagai klienku."
Pengacara tua termenung.
"Apa jawabanku salah?"
Orang tua itu menggeleng.

"Seperti yang kamu katakan tadi, salah atau benar juga tidak menjadi persoalan. Hanya ada kemungkinan kalau kamu membelanya, kamu akan berhasil keluar sebagai pemenang."

"Jangan meremehkan jaksa-jaksa yang diangkat oleh negara. Aku dengar sebuah tim yang sangat tangguh akan diturunkan."

"Tapi kamu akan menang."
"Perkaranya saja belum mulai, bagaimana bisa tahu aku akan menang."

"Sudah bertahun-tahun aku hidup sebagai pengacara. Keputusan sudah bisa dibaca walaupun sidang belum mulai. Bukan karena materi perkara itu, tetapi karena soal-soal sampingan. Kamu terlalu besar untuk kalah saat ini."

Pengacara muda itu tertawa kecil.
"Itu pujian atau peringatan?"
"Pujian."
"Asal Anda jujur saja."
"Aku jujur."
"Betul?"
"Betul!"

Pengacara muda itu tersenyum dan manggut-manggut. Yang tua memicingkan matanya dan mulai menembak lagi.
"Tapi kamu menerima membela penjahat itu, bukan karena takut, bukan?"

"Bukan! Kenapa mesti takut?!"
"Mereka tidak mengancam kamu?"
"Mengacam bagaimana?"
"Jumlah uang yang terlalu besar, pada akhirnya juga adalah sebuah ancaman. Dia tidak memberikan angka-angka?"

"Tidak."
Pengacara tua itu terkejut.
"Sama sekali tak dibicarakan berapa mereka akan membayarmu?"
"Tidak."
"Wah! Itu tidak profesional!"
Pengacara muda itu tertawa.
"Aku tak pernah mencari uang dari kesusahan orang!"
"Tapi bagaimana kalau dia sampai menang?"
Pengacara muda itu terdiam.
"Bagaimana kalau dia sampai menang?"
"Negara akan mendapat pelajaran penting. Jangan main-main dengan kejahatan!"
"Jadi kamu akan memenangkan perkara itu?"
Pengacara muda itu tak menjawab.
"Berarti ya!"
"Ya. Aku akan memenangkannya dan aku akan menang!"

Orang tua itu terkejut. Ia merebahkan tubuhnya bersandar. Kedua tangannya mengurut dada. Ketika yang muda hendak bicara lagi, ia mengangkat tangannya.

"Tak usah kamu ulangi lagi, bahwa kamu melakukan itu bukan karena takut, bukan karena kamu disogok."
"Betul. Ia minta tolong, tanpa ancaman dan tanpa sogokan. Aku tidak takut."

"Dan kamu menerima tanpa harapan akan mendapatkan balas jasa atau perlindungan balik kelak kalau kamu perlukan, juga bukan karena kamu ingin memburu publikasi dan bintang-bintang penghargaan dari organisasi kemanusiaan di mancanegara yang benci negaramu, bukan?"

"Betul."
"Kalau begitu, pulanglah anak muda. Tak perlu kamu bimbang.

Keputusanmu sudah tepat. Menegakkan hukum selalu dirongrong oleh berbagai tuduhan, seakan-akan kamu sudah memiliki pamrih di luar dari pengejaran keadilan dan kebenaran. Tetapi semua rongrongan itu hanya akan menambah pujian untukmu kelak, kalau kamu mampu terus mendengarkan suara hati nuranimu sebagai penegak hukum yang profesional."

Pengacara muda itu ingin menjawab, tetapi pengacara tua tidak memberikan kesempatan.
"Aku kira tak ada yang perlu dibahas lagi. Sudah jelas. Lebih baik kamu pulang sekarang. Biarkan aku bertemu dengan putraku, sebab aku sudah sangat rindu kepada dia."

Pengacara muda itu jadi amat terharu. Ia berdiri hendak memeluk ayahnya. Tetapi orang tua itu mengangkat tangan dan memperingatkan dengan suara yang serak. Nampaknya sudah lelah dan kesakitan.

"Pulanglah sekarang. Laksanakan tugasmu sebagai seorang profesional."
"Tapi..."

Pengacara tua itu menutupkan matanya, lalu menyandarkan punggungnya ke kursi. Sekretarisnya yang jelita, kemudian menyelimuti tubuhnya. Setelah itu wanita itu menoleh kepada pengacara muda.
"Maaf, saya kira pertemuan harus diakhiri di sini, Pak. Beliau perlu banyak beristirahat. Selamat malam."

Entah karena luluh oleh senyum di bibir wanita yang memiliki mata yang sangat indah itu, pengacara muda itu tak mampu lagi menolak. Ia memandang sekali lagi orang tua itu dengan segala hormat dan cintanya. Lalu ia mendekatkan mulutnya ke telinga wanita itu, agar suaranya jangan sampai membangunkan orang tua itu dan berbisik.

"Katakan kepada ayahanda, bahwa bukti-bukti yang sempat dikumpulkan oleh negara terlalu sedikit dan lemah. Peradilan ini terlalu tergesa-gesa. Aku akan memenangkan perkara ini dan itu berarti akan membebaskan bajingan yang ditakuti dan dikutuk oleh seluruh rakyat di negeri ini untuk terbang lepas kembali seperti burung di udara. Dan semoga itu akan membuat negeri kita ini menjadi lebih dewasa secepatnya. Kalau tidak, kita akan menjadi bangsa yang lalai."

Apa yang dibisikkan pengacara muda itu kemudian menjadi kenyataan. Dengan gemilang dan mudah ia mempecundangi negara di pengadilan dan memerdekaan kembali raja penjahat itu. Bangsat itu tertawa terkekeh-kekeh. Ia merayakan kemenangannya dengan pesta kembang api semalam suntuk, lalu meloncat ke mancanegara, tak mungkin dijamah lagi. Rakyat pun marah. Mereka terbakar dan mengalir bagai lava panas ke jalanan, menyerbu dengan yel-yel dan poster-poster raksasa. Gedung pengadilan diserbu dan dibakar. Hakimnya diburu-buru. Pengacara muda itu diculik, disiksa dan akhirnya baru dikembalikan sesudah jadi mayat. Tetapi itu pun belum cukup. Rakyat terus mengaum dan hendak menggulingkan pemerintahan yang sah.

Pengacara tua itu terpagut di kursi rodanya. Sementara sekretaris jelitanya membacakan berita-berita keganasan yang merebak di seluruh wilayah negara dengan suaranya yang empuk, air mata menetes di pipi pengacara besar itu.

"Setelah kau datang sebagai seorang pengacara muda yang gemilang dan meminta aku berbicara sebagai profesional, anakku," rintihnya dengan amat sedih, "Aku terus membuka pintu dan mengharapkan kau datang lagi kepadaku sebagai seorang putra. Bukankah sudah aku ingatkan, aku rindu kepada putraku. Lupakah kamu bahwa kamu bukan saja seorang profesional, tetapi juga seorang putra dari ayahmu. Tak inginkah kau mendengar apa kata seorang ayah kepada putranya, kalau berhadapan dengan sebuah perkara, di mana seorang penjahat besar yang terbebaskan akan menyulut peradilan rakyat seperti bencana yang melanda negeri kita sekarang ini?" ***

3. Kiat Cepol Rambut untuk Acara Resmi dan Kasual

Menggelung rambut ke atas atau yang familiar disebut dengan mencepol rambut sangat cocok untuk menunjukkan bagian leher Anda dan memberikan efek wajah yang panjang. Cepol rambut biasanya ditata untuk berada di atas kepala bagian belakang, sehingga rambut Anda akan terlihat lebih tinggi di bagian belakang. Tipe sanggul praktis bagian atas ini merupakan kebalikan dari gelungan rambut ke bawah yang membuat rambut Anda terlihat mengumpul di atas garis leher. Berikut adalah kiat praktis untuk tampil dengan cepol rambut di bagian atas.

Rambut yang panjang
Agar hasil cepol rambut terlihat makin menarik, gaya ini sebaiknya diterapkan pada mereka yang memiliki rambut agak panjang, setidaknya sepanjang leher atau lebih panjang lagi.

Jepitan dan tusuk konde
Menata dengan sederhana dan mengikatnya menjadi satu akan sangat memudahkan Anda dalam berkegiatan. Dalam hal praktis, beberapa pekerjaan menuntut Anda untuk mencepol rambut ke atas, seperti di bidang makanan kalau Anda adalah seorang koki atau bahkan pekerja yang membutuhkan keahlian fisik lebih tinggi lainnya. Untuk jenis pekerjaan seperti itu, ikatan sederhana juga sudah cukup.

Cukup ikat rambut belakang dan kunci dengan jepitan atau pensil rambut. Anda yang bekerja di dalam kantor pun tidak dilarang untuk mencepol rambut dengan praktis seperti ini, karena akan terlihat tetap manis dan fleksibel.

Untuk si rambut pendek
Jika rambut bagian belakang Anda sedikit pendek, cobalah untuk menggelung dengan beberapa ikatan lain dan untaian rambut. Gaya ini cocok untuk rambut pendek karena Anda bisa menggerai rambutmu dan menyatukannya pada satu titik tengah dan menyematkannya dengan pin rambut. Walaupun cara ini sederhana, namun akan terlihat menarik.

Acara formal
Cepol rambut untuk acara formal tidak jauh beda dengan yang Anda aplikasikan di momen-momen yang kasual. Cukup tambahkan aksesoris rambut seperti penjepit, hiasan, atau tiara.

Hair spray mempertahankan tatanan rambut
Hair spray juga dapat membantu mempertahankan cepolan rambut, khususnya kalau Anda mencepol dengan beberapa lapis. Penggunaan hair spray juga sangat efektif untuk mereka yang berambut tebal. Anda juga dapat menggunakan alat pengeriting untuk menata cepolan tersebut.

Aksen pada bagian depan
Memberi aksen pada bagian depan rambut bisa menghasilkan gaya yang menarik secara menyeluruh. Untuk tatanan rambut formal, mengeriting beberapa untaian rambut di bagian depan untuk membingkai wajah Anda cocok diaplikasikan di acara yang sedikit resmi. Aksen sedikit keriting pada bagian depan akan menambah kesan modern dan kecantikan terhadap penampilan Anda secara keseluruhan.

4.lirik lagu

pernahkah kau merasa jarak antara kita
kini semakin terasa setelah kau kenal dia
aku tiada percaya teganya kau putuskan
indahnya cinta kita yang tak ingin ku akhiri
kau pergi tinggalkanku
tak pernahkah kau sadari akulah yang kau sakiti
engkau pergi dengan janjimu yang telah kau ingkari
oh tuhan tolonglah aku hapuskan rasa cintaku
aku pun ingin bahagia walau tak bersama dia
memang takkan mudah bagiku tuk lupakan segalanya
aku pergi untuk dia
tak pernahkah kau sadari akulah yang kau sakiti
engkau pergi dengan janjimu yang telah kau ingkari
oh tuhan tolonglah aku hapuskan rasa cintaku
aku pun ingin bahagia walau tak bersama dia
(walau tak bersama dia)
oh tuhan tolonglah aku hapuskan rasa cintaku
aku pun ingin bahagia walau tak bersama dia

5. Cerpen Cinta Pertama : First Love

Aku mengenalnya semenjak aku berusia 14 tahun, dan semenjak itu aku merasa aneh.
Entah apa yang aku rasa saat itu, aku tak mengerti apa yang sedang terjadi kala itu, aku seperti orang yang tak tentu arah.

Saat aku sadari ternyata aku mulai jatuh cinta, ya aku jatuh cinta untuk yang pertama kali
Namun aku tak mampu melakukan apa yang ingin aku lakukan.
Aku hanya mengaguminya dari kejauhan, aku hanya mampu melihat senyumnya dari sini dari tempatku duduk kala itu.
Aku melihatnya tertawa dan melihat bermain bola di lapangan itu.
Aku sungguh jatuh cinta, ini cinta pertama ku..
Laki laki yang aku pandang terlihat tampan dengan gayanya yg khas dan aku suka itu..
Matanya sangat indah, rambutnya yang kriting menambah getaran dalam dada ini..

Huuuuh aku suka dia, benar-benar suka dia..
Rasa ini semakin hari semakin dalam.
Setiap hari yang aku ingin hanya memandang wajahnya.
Suatu hari aku melihat tatapan matanya, tatapan mata yang sangat sejuk.

Yang mampu membuat jantung ini berdegup lebih cepat.
Dan akhirnya aku mulai bisa dekat dgn dia, aku merasa sangat bahagia.
Hingga suatu hari, apa yang aku takutkan terjadi, dia pergi..

Pergi tanpa pesan terakhir.
Kini, hanya ada aku dan kenangan itu..
Aku hanya mampu mengingatnya, mengingat semua senyumnya dan tatapan indah itu.
Aku berjalan gontai sambil meneteskan air mata , air mata kehilangan.
Dia, takkan pernah tau betapa sakitnya aku saat itu, saat dia pergi dariku.
Aku tak mampu berkata apapun, aku hanya menangis dalam diam, menyesali semuanya..
Aku mencoba tegar, aku mencoba terus untuk menutup luka ini, luka yang kau beri.
Aku mencoba bahagia dgn apa yg aku milikki saat itu..
Aku mencoba bertahan dgn senyumanku.
Yaa tuhan, jaga dia selama dia jauh dari sisiku.

Di dalam penantianku, ada seorang pria datang dgn membawa sejuta cinta
Aku masih ingin diam, dan diam menunggu cintaku kembali dalam pelukku.
Namun kehadirannya membuat aku tertawa seperti dulu, tetapi sungguh dalam hati ini masih ada nama cinta pertamaku.
Aku hanya mampu tertawa sesaat saja, setelah itu kembali menangis dalam diamku, dalam penantianku.

Untuk sementara waktu, sakitku terobati oleh kehadirannya di dalam sepiku.
Namun hanya sementara dan setelah itu kami berpisah..
Tahun pun telah berganti namun cintaku tak pernah kembali..
Aku tetap menunggu, menunggu dalam ketidakpastian ini..

Sampai suatu hari, aku tau dia sudah tak sendiri lagi, dia mempunyai seorang kekasih..
Aku hancuuuur saat itu..
Aku harus melihat cinta pertamaku bersama wanitanya itu.
Aku menangis sejadi jadinya :’(
Aku terus menangis dalam diamku, aku tak mampu lagi tersenyum saat itu..

Rasanya hatiku sangat sakit saat itu, hatiku ada 1 dan akhirnya hancur berkeping-keping.
Tuhan, mengapa ini terjadi padaku??
Aku menutupi rapuhnya hatiku dgn caraku sendiri.
Dan aku mencoba berpaling tapi selalu saja gagal.

Akhirnya aku menemukan seorang pria, yang sangat aku harapkan bisa menggantikan dia.
Namun ternyata aku salah, semua yg aku usahakan gagal..
Entah apa yg aku rasakan saat itu, aku galau..
Aku kecewa..
Aku harus rela DIA bersama wanitanya…
Namun aku tak sekuat yang aku kira, aku berharap aku mampu namun ternyata aku tak
mampu.
Aku terlalu rapuh untuk itu..
Namun aku tak putus asa, aku terus menunggunya dan aku hanya menangis dalam diamku.
Aku berdoa, suatu hari nanti DIA bisa mengerti rasaku ini J
Setelah tahun berganti..

Tuhan mendengar doaku, aku kembali bisa dekat dengan cinta pertamaku itu.
Ahhh, senangnya aku ini :D
Lama-kelamaan aku semakin dekat dengan dia..
Dan sekarang dia bukan lagi bayangan, tapi dia adalah KENYATAAN.
Perjuanganku selama 4tahun ini TIDAK sia2, terima kasih Tuhan :*
I will be love you, until the end of time my Boy J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar